di Balik Tabir

Wednesday, February 21, 2007

Hmmm... kemarin aku sempat berpikir aneh sekali. Nggak tahu asalnya dari mana, kok bisa sampai begitu. Sepertinya gara-gara stress 4 jam berdiri ngantri di kantor imigrasi, tapi nggak dapet visa juga, hiks...

Kurang lebihnya begini...Kita sekarang hidup. Kita makan, minum, banting tulang, menggali ilmu, berusaha meningkatkan diri, dan lain sebagainya. Tapi suatu saat kita pasti mati. Manusia mana yang tidak bisa mati?

Ketika mati, kita tidak membawa uang yang kita usahakan selama hidup, walau sepeser. Ratusan hektar tanah tidak berguna, hanya sepetak tanah yang kita huni. Di kubur, kita sendiri, tanpa anak istri. So, buat apa kita susah-susah banting tulang bekerja, belajar, dan berusaha?

Kita sering melupakan hari itu. Hari yang tak dapat diundur ataupun diajukan sedetikpun. Tatkala Izrail menjemput ruh. Akankah kita menatap wajahnya yang ramah atau menyeramkan. Malaikat yang tidak bisa disogok. Waktu yang tidak bisa dikorupsi.

Acapkali kita bertingkah. Seolah-olah kita tidak berawal dan tidak berakhir. Seakan-akan hidup kita tidak akan pernah dibangkitkan kembali. Pangkat, harta, ilmu...Pandangan kita seperti terbentur pada sebuah tembok. Dan tembok itu bernama dunia.

Padahal di sana masih ada hidup yang abadi. Masih ada surga memuji atau neraka memaki.

Padahal di sana perhitungan dimulai. Bukan harta atau ilmu berarti. Namun amalan yang shalih.

Ketika itu tidak ada yang berbicara. Bukan manusia, bukan pula jin, setan, atau malaikat. Kecuali yang diizinkan oleh Allah.

Ketika wajah hitam
atau bersih bercahya

Tangan dan kaki bersaksi
Mambela atu menghujat diri

Syafaat yang dinanti...
Selanjutnya

Kangen

Sunday, February 18, 2007

Eh... kemaren hari yang aneh. Nggak tahu kenapa kok aku jadi inget sama adek-adekku. Kangen banggettt...Waktu baca al-Burhan fi Ulumil Quran karya Zarkasyi, kebayang waktu dulu pas aku sama adekku bantah-bantahan tentang jumlah ayat di al-Quran.

Aku sih santai saja. Keyakinanku waktu itu ayat al-Quran berjumlah 6666 ayat, seperti yang dikatakan guru ngajiku. Namun adekku nggak percaya begitu saja. Udah, kalkulator diambil lalu dihitung ayatnya persurat dan dijumlahkan. Sampai hitungan terakhir ternyata jumlahnya bukan 6666. Walah, aku salah dong... hehehe...

Waktu lihat film juga terlintas wajah adekku yang laen. Weh, mirip sama aktrisnya. Sebulan yang lalu aku juga bermimpi, adek-adekku mengelilingiku, menatap wajahku dengan rasa ingin tahu. Mereka angkatan kecil dalam keluarga besarku. Kebanyakan masih SD atau TK. Jangan-jangan karena aku lama di sini, bisa-bisa aku kenalan lagi sama mereka. Persis pas aku pulang dari pondok kemaren.

Tau lah, itu urusan empat tahun lagi...

Memang benar kata pepatah, kesehatan adalah mahkota yang tidak terlihat kecuali bagi orang-orang sakit.

Kita jarang bisa melihat apa yang kita punyai lalu mensyukurinya. Namun kita baru sadar betapa pentingnya ia ketika hilang dari kita. Ya Allah jadikanlah aku di antara hamba-hamba-Mu yang pandai bersyukur...
Selanjutnya

Antara Being dan Becoming

Tuesday, February 13, 2007

Dua kata yang sepintas sama, namun berbeda. Kalau kita bandingkan keduanya:

- I am being a student.
- I am becoming a student.

Being menunjukkan sesuatu yang sudah sampai pada tujuan. Jika dikatakan "I am being a student," artinya aku sudah benar-benar menjadi pelajar. Apa yang aku katakan sudah aku raih.

Lain halnya apabila dikatakan "I am becoming a student." Berarti aku ingin menjadi seorang pelajar dan sekarang aku masih berusaha untuk menjadi seorang pelajar. Apa yang aku katakan belum aku raih.

* * *

Seseorang yang merasa ia telah menjadi seorang pelajar akan merasa puas. Terdorong oleh pikiran tersebut, ia tidak berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Apa lagi yang harus dirubah? Toh aku sudah jadi pelajar. Titik.

Dari sinilah rasa sombong bermulai. Tak ada manusia sempurna. Berhenti pada suatu tahapan adalah kesombongan.

Berbeda dengan seseorang yang tahu bahwa ia masih berada dalam proses menjadi seorang pelajar. Walaupun pada hakekatnya dia memang seorang pelajar. Dengan anggapannya tersebut ia berusaha untuk memperbaiki diri.

Seorang bermental becoming sadar, ia memang seorang pelajar. Namun pelajar macam apa? Berilmukah atau kosong berbunyi nyaring? Rumput merundukkah atau pohon roboh?

Di atas langit masih ada langit. Masih ada seorang Syafi'i, Abu Hanifah, dan lain-lain. Di atas mereka masih ada Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dsb. Di atas mereka masih ada teladan kita, Rasulullah SAW. Dan di atas beliau masih ada Yang Maha Mengetahui. Dia yang ilmunya tak habis walau ditulis dengan air dari tujuh samudera.

So, jadilah "becoming"... bukan "being"...
Selanjutnya

Jiwa yang Terbunuh

Saturday, February 10, 2007
Aku tertegun pas pertama lihat tulisan itu. Jelas di atas whiteboard kamar temanku. Ya, jiwa yang terbunuh...

Terkadang kita berusaha melakukan sesuatu untuk sekedar membunuh waktu. Main game, jalan-jalan, de es be. Tak kurang cara menghabiskan waktu luang. Nggak ada internet bisa nge-game. Nggak ada komputer ada gitar. Nggak ada gitar, lari ke rumah teman, maen...

Sekilas yang terlihat cara itu efektif untuk membunuh waktu luang. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Alih-alih membunuh waktu, justru kita terjebak dalam permainan itu. Waktu yang seharusnya bermanfaat akhirnya terbuang sia-sia.

Dan menurut pengalaman, cara itu tidak hanya dilakukan sekali saja. Kegiatan seperti itu bisa membius dan melenakan kita. Jika sudah seperti itu, ibarat orang kecanduan, kita terperangkap dalam "kegiatan" yang kita ciptakan sendiri. Berulang-ulang setiap hari.

Jadilah hidup yang statis. Mending kalau benar-benar bermanfaat. Parahnya terkadang tujuan dan manfaat "kegiatan" kita tidak jelas. Akhirnya kita terbunuh. Mati tak berguna. Bagai mayat hidup berkeliaran di atas tanah. Mengerikan...
Selanjutnya

The Perfect Fan

Thursday, February 8, 2007
by Backstreet Boys

It takes a lot to know what is love
It's not the big things, but the little things
That can mean enough
A lot of prayers to get me through
And there is never a day that passes by
I don't think of you
You were always there for me
Pushing me and guiding me
Always to succeed

Chorus:
You showed me
When I was young just how to grow
You showed me
Everything that I should know
You showed me
Just how to walk without your hands
Cause mom you always were
The perfect fan

Verse 2:
God has been so good
Blessing me with a family
Who did all they could
And I've had many years of grace
And it flatters me when I see
a smile on your face
I wanna thank you for what you've done
In hopes I can give back to you
And be the perfect son

Chorus Bridge:
You showed me how to love, ( You showed me how to love)
You showed me how to care
And you showed me that you would
Always be there
I wanna thank you for that time
And I'm proud to say you're mine

Chorus (raised Key of C#)
You showed me
When I was young just how to grow
You showed me
Everything that I should know
You showed me
Just how to walk without your hands
Cause mom you always were
The perfect fan

Ending:
Cause mom you always were
Mom you always were
Mom you always were
You know you always were
Cause mom you always were
The perfect fan

I love you mom...
Selanjutnya

Guratan Asa

Wednesday, February 7, 2007
Hati ini tak setegar karang, bukan juga batu yang memancarkan air. Atau ia yang jatuh karena takut pada Sang Pencipta...

Aku hanyalah insan yang luruh dalam hingar bingar dunia. Lemah dan bodoh. Tak sangka kan musuh di pelupuk mata. Ocehkan gemerlap dunia berapi-api. Nanar waktu kupandang. Aliran yang menghanyutkanku dalam kesemuan, ketiadaan yang bersolek. Jiwa ini gelisah mencari, sosok yang mengajari bagaimana berdiri dengan tegak, menatap tajam tiap kebusukan yang terjadi, menantang ego yang mencengkeram erat jiwa...

Bayang dan anganku kusandarkan pada setiap makhluk. Kujajakan diri ini di hadapan ilusi-ilusi yang bernafas. Tertawa di tengah rajaman hati. Menipu diri dengan bualan dan omong kosong!

Apatah arti diri ini di hadapan-Mu...

***

Matahari tertunduk di cakrawala. Senja tenggelam dalam dekapan malam. Kiaskan hidup yang mengalir dan berputar. Nantikan hari baru. Torehkan air mata atau derai tawa. Munculkan sebentuk guratan asa...
Selanjutnya

Terima Kasih

Berterimakasihlah kepada perang
Dengannya kau mengerti arti damai

Berterimakasihlah kepada sakit
Dengannya kau mengerti arti sehat

Berterimakasihlah kepada salah
Dengannya kau mengerti arti benar

Berterimakasihlah kepada gelap
Dengannya kau mengerti arti terang

Berterimakasihlah kepada bodoh
Dengannya kau mengerti arti ilmu
Selanjutnya