Heran ya, sebenarnya manusia adalah makhluk yang sangat kreatif. Dari segi manapun, akal manusia bisa melihat dan mencipta. Walau dalam keterbatasan...
Ngg.. Kalo menurutmu, aneh nggak kalo hampir (nyaris) semua lagu bertemakan cinta. Khususnya antar lawan jenis. Ditambah dengan film-film yang isinya juga nggak jauh beda.
Di sini aku bukannya mau menafikan arti cinta. Cinta memang mampu mengubah gelap menjadi terang. Namun masih saja tersisa pertanyaan, cinta yang bagaimana?
Selama ini yang digembar-gemborkan dalam media adalah cinta antar lawan jenis. Lengkap dengan tata cara membina hubungan (ala...). Jadi sudah ada pedomannya (berdasarkan...).
Yang menjadi masalah, menurutku 'cinta' tampak terlalu dibesar-besarkan. Sampai-sampai dalam lagu disebutkan, "Aku tak bisa hidup tanpamu", "kuserahkan hidup matiku hanya untukmu". Di antara lirik-lirik yang paling membuatku malu, "Aku adalah lelaki yang tak pernah menyerah mencari wanita..." Seakan-akan harga hidup ini hanya semurah itu... Benarkah?
Di film-film, orang berebut cinta. Orang ramai-ramai membuat kebahagiaan semu lalu menangisinya tatkala hilang. Tak putus asa, mereka membangun lagi kesemuan itu dan menangisinya tuk kesekian kali. Apa nggak enak langsung nikah saja?
Memang dalam seni, majas hiperbola adalah sesuatu yang amat lazim. Namun seni juga berpengaruh pada kejiwaan serta pikiran. Akal kita seakan menemui jalan buntu. Ke sana ada 'cinta', ke sini ada 'cinta'. Lambat laun kita mengira bahwa ya hanya itu adanya.
Ya, kita harus punya mata untuk melihat sesuatu di luar 'cinta' yang sempit. Ada cinta yang lebih luas, cinta tanah air, cinta alam, cinta keluarga, cinta orang tua, cinta terhadap kebenaran, cinta agama, cinta Rasulullah, cinta kepada Ia yang telah menciptakan kita, memberi kesempatan kita untuk hidup. Cinta kepada Sang Maha Pengasih yang telah memberi kita cinta...
"Cinta itu tak punya mata, namun kita harus punya mata," demikian pesan Om Gazar pada Dion di penghujung hayatnya (dari Film: I Love U, Om).
Ngg.. Kalo menurutmu, aneh nggak kalo hampir (nyaris) semua lagu bertemakan cinta. Khususnya antar lawan jenis. Ditambah dengan film-film yang isinya juga nggak jauh beda.
Di sini aku bukannya mau menafikan arti cinta. Cinta memang mampu mengubah gelap menjadi terang. Namun masih saja tersisa pertanyaan, cinta yang bagaimana?
Selama ini yang digembar-gemborkan dalam media adalah cinta antar lawan jenis. Lengkap dengan tata cara membina hubungan (ala...). Jadi sudah ada pedomannya (berdasarkan...).
Yang menjadi masalah, menurutku 'cinta' tampak terlalu dibesar-besarkan. Sampai-sampai dalam lagu disebutkan, "Aku tak bisa hidup tanpamu", "kuserahkan hidup matiku hanya untukmu". Di antara lirik-lirik yang paling membuatku malu, "Aku adalah lelaki yang tak pernah menyerah mencari wanita..." Seakan-akan harga hidup ini hanya semurah itu... Benarkah?
Di film-film, orang berebut cinta. Orang ramai-ramai membuat kebahagiaan semu lalu menangisinya tatkala hilang. Tak putus asa, mereka membangun lagi kesemuan itu dan menangisinya tuk kesekian kali. Apa nggak enak langsung nikah saja?
Memang dalam seni, majas hiperbola adalah sesuatu yang amat lazim. Namun seni juga berpengaruh pada kejiwaan serta pikiran. Akal kita seakan menemui jalan buntu. Ke sana ada 'cinta', ke sini ada 'cinta'. Lambat laun kita mengira bahwa ya hanya itu adanya.
Ya, kita harus punya mata untuk melihat sesuatu di luar 'cinta' yang sempit. Ada cinta yang lebih luas, cinta tanah air, cinta alam, cinta keluarga, cinta orang tua, cinta terhadap kebenaran, cinta agama, cinta Rasulullah, cinta kepada Ia yang telah menciptakan kita, memberi kesempatan kita untuk hidup. Cinta kepada Sang Maha Pengasih yang telah memberi kita cinta...
"Cinta itu tak punya mata, namun kita harus punya mata," demikian pesan Om Gazar pada Dion di penghujung hayatnya (dari Film: I Love U, Om).
0 comments:
Post a Comment