Kita sudah sering dengar, kalau kita lulus puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, dosa-dosa kita akan diampuni oleh Allah Swt. Bahkan dijamin selamat dari panasnya api neraka, ‘itqun min an-nâr. Itu kalau lulus...
Pertanyaannya sekarang, apakah orang yang masih bermaksiat pasca Ramadhan bisa disebut “râsib”? Puasanya gagal? Orang yang amarahnya masih suka meletup, apakah berarti puasanya tidak sempurna?
Kita tidak sedang bicara masalah hukum. Menurut hemat penulis, perilaku manusia tidak akan serta-merta berubah hanya dalam satu bulan. Perilaku merupakan buah dari tabiat dan watak yang bersifat lebih permanen dan sulit dirubah.
Jikalau benar puasa Ramadhan saja cukup untuk merubah watak seseorang, ada dua teka-teki yang harus dijawab. Pertama, mengapa setelah bulan puasa, masih saja kemaksiatan dan kejahatan terjadi, kecil maupun besar, sedikit ataupun banyak. Kedua, mengapa juga ketika bulan Ramadhan, yang setan dibelenggu dan pintu neraka ditutup, maksiat—dalam bentuk apapun—masih terjadi?
Setan boleh saja dibelenggu, tapi manusia itu sendiri punya dua potensi, menjadi baik atau buruk. Dua potensi yang bertentangan ini sudah built-in, terinstall pada manusia sejak pertama kali diciptakan.
Sebuah pepatah berkata, awasilah gagasan yang melintas di otakmu, suatu saat ia bakal menjadi pikiranmu. Awasilah pikiranmu, kelak ia bakal menjadi perbuatan. Awasilah perbuatannmu, suatu ketika ia akan menjelma menjadi tabiatmu.
Jadi perjuangan menundukkan nafsu adalah proses yang berlangsung sepanjang tahun. Ramadhan bukan kotak ajaib yang bisa menyulap manusia jadi taat dalam sekejap mata. Ramadhan adalah bulan diskon, potongan harga, dimana Allah Swt. menawarkan maghfirah, rahmat dan hidayah-Nya bagi hamba-Nya yang tahu, mau dan mampu.
Jikalau maksiat kembali terjadi setelah Ramadhan, janganlah berputus asa. Karena sesungguhnya Allah Swt. tahu watak manusia dan kelemahannya. Kalaupun Allah Swt. berkehendak, manusia tidak akan diciptakan dengan nafsu. Andaikata Allah Swt. mau, Allah Swt. pasti sudah melenyapkan setiap manusia yang kafir dan bermaksiat dari muka bumi.
Namun mengapa itu tidak terjadi?
Karena sang Rahman masih setia menunggu hamba-Nya di pintu taubat...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Bos, di paragraf terakhir: "Allah Swt. tahu watak manusia dan kelemahan-Nya." Kok "kelemahan-Nya"?
Yup, itulah kelemahan saya sebagai manusia, kwkwkwk.
Makasih banyak bro atas koreksiannya ;)
Numpang baca yah :)
Post a Comment