Apakah arti status kita sebagai seorang muslim? Apakah cukup seseorang dikatakan muslim jika telah mengucapkan syahadat? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya apabila kita merujuk kepada kisah awal penciptaan manusia. Bagaimana iblis dilaknat oleh Allah Swt. Padahal ia tahu dan yakin bahwa Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Esa. Namun karena kecongkakannya, ia menolak untuk bersujud hormat kepada Nabi Adam as. Sebab itulah, Allah Swt mengusirnya dari surga dan menjanjikan tempatnya kekal di neraka. Na‘ûdzu bi’lLâh min dzâlik…
Maka iman alias kepercayaan saja tidaklah cukup, dibutuhkan Islam sebagai bukti akan keimanan itu sendiri.
إِنَّماَ اْلمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتاَبُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيْلِ اللهِ أُولئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ - الحجرات: 14
“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sejati adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Q.S. al-Hujurat: 14)
Adapun bentuk keislaman sendiri telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw sebagai uswah hasanah, teladan yang sempurna bagi umat manusia. Beliau adalah seorang yang sukses di berbagai bidang. Sebagai kepala keluarga, beliau berhasil menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Sebagai orang tua, beliau paling sayang terhadap anak cucu beliau. Sebagai pedagang, kejujuran beliau tersiar ke mana-mana, tak heran bila Siti Khadijah (yang juga saudagarnya) jatuh hati dan meminang beliau. Sebagai tetangga, beliau pun menjenguk tetangganya yang sakit, walau tetangga tersebut selalu melempari beliau dengan kotoran.
Tidak hanya berkisar pada keseharian, Rasulullah Saw. juga sukses dalam mengatur pemerintahan. Beliau berhasil membangun masyarakat madani yang majemuk dan penuh toleransi di Madinah saat dunia masih buta akan hak-hak asasi manusia. Di medan perang, pasukan muslim sangat diperhitungkan oleh musuh. Meski kabilah Quraisy dan kabilah-kabilah lain yang membenci Islam bersekutu dalam perang Ahzab, berkat pertolongan Allah Swt dan strategi yang jitu, Madinah berhasil dipertahankan.
Peran beliau yang menyeluruh sebenarnya menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mencakup semua lini kehidupan. Kehidupan pribadi, keluarga, bertetangga, bermasyarakat, hingga bernegara. Tak satupun luput dari bidikan Islam.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ إِياَّهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا - الإسراء: 23
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah satu atau keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka “ah”. Janganlah engkau membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. al-Isrâ’: 23)
Al-Quran pun telah mencantumkan kaidah dasar yang terpakai dalam pemerintahan
وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ - الشورى: 38
“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.” (Q.S. al-Syûrâ: 38)
Dalam perdagangan Allah Swt dengan jelas melarang riba
وَأَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ - البقرة: 275
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. al-Baqarah: 275)
Jadi, Islam merupakan jalan hidup. Ia lebih dari sekedar agama. Ia hadir tidak hanya di masjid. Namun ia hadir di rumah, sekolah, kantor, pasar, jalan, hingga terminal.
Bisakah Manusia Lepas dari Islam?
Setiap perbuatan manusia pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Tiada satu pekerjaan manusia yang terlepas dari pengawasan Allah Swt. Entah jual beli baju, laporan keuangan kantor, browsing internet, bahkan tukang ojek. Jika perbuatan kita baik, maka akan baik pula balasan yang akan kita dapat. Sebaliknya, bila amalan kita buruk, pantaskah kita mengharap pahala dan surga?
Dengan kata lain kehidupan kita di dunia berhubungan erat dengan kehidupan kita di akhirat. Islam menghargai manusia lahir dan batin. Kebutuhan manusia tidak hanya berkutat pada masalah uang, makanan dan air, tapi juga ketenangan batin, kepuasan ruhani dan kedekatan kepada Sang Khalik. Kebutuhan materi dapat dipenuhi dengan usaha keras dan doa, namun apakah kebutuhan ruh kita juga tercukupi dengan banting tulang memeras keringat?
Saat fajar tiba, Islam mengajak pemeluknya untuk bangkit, membuka semangat baru dengan menghadap Allah Swt. Di sela-sela terik, muadzin menyiram letih batin dengan panggilannya. Ketika bayangan memanjang hingga dua kali bendanya, Ashar tiba menjemput batin yang lunglai. Menyiramkan kesegaran baru untuk meneruskan hidup. Tatkala hari berakhir, shalat menjadi sandaran hati untuk berlabuh dan beristirahat. Tak hanya itu, Allah Swt pun turun ke langit dunia pada sepertiga terakhir malam, menunggu hamba-hamba-Nya yang mengadu segala resah dan kesah. Menumpahkan gelut batin yang membekap jiwa… Subhanallah, alangkah indah!
أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبُ - الرعد: 28
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenteram.” (Q.S. al-Ra‘d: 28)
Jika keadaan batin sehat, usaha kita pun akan maksimal. Senyum terkembang, permasalahan dapat terpecahkan dengan tenang. Orang-orang di sekitar kita pun senang. Bila Allah telah menjadi penolong kita, maka tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjinya.
Ialah Islam, satu-satunya agama yang mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat, lahir dan batin. Tepat apabila Muhammad Iqbal mengatakan bahwa titel insân kâmil (manusia yang sempurna) hanya dapat dicapai oleh seorang muslim mukmin. Karena hanya seorang muslim mukminlah yang dapat menyelaraskan antara dunia dan akhirat, antara jiwa dan raga, ruh dan jasmani.
Islam sebagai jalan Hidup
Dari uraian di atas, tampaklah bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang komplit. Islam tidak hanya sebatas kalimat yang diucapkan, tapi juga dipraktekkan dalam keseharian. Hanya dengan cara inilah Islam dapat berkembang.
Sejarah telah membuktikan, kebangkitan imperium Islam dari zaman Rasulullah Saw hingga dinasti Umawiyah di Andalusia (sekarang negara Spanyol) disebabkan oleh ketinggian budi umat muslim. Penduduk Andalusia yang kala itu dikuasai oleh kerajaan Gothic, mayoritas beragama Kristen dan Yahudi. Mereka terkesima oleh toleransi dan ketulusan prajurit Islam, bertolakbelakang dengan Raja Theodoric yang sewenang-wenang. Pasukan yang dipimpin Thariq bin Ziyad dianggap oleh masyarakat Andalus sebagai penyelamat ketimbang penakluk.
Sebaliknya, kehancuran dinasti Umawiyah bermula ketika umat Islam melupakan ajarannya. Para penguasa saling berebut kekuasaan dan kenikmatan duniawi, alpa akan tuntutan Allah Swt di hari hisab. Satu per satu daerah kekuasaan Islam melepaskan diri menjadi kerajaan sendiri. Tak jarang satu kerajaan menjalin kerjasama dengan pihak Kristen hanya untuk menghancurkan kerajaan Islam yang lain. Ironis.
Dengan demikian, sangat tepat bila Islam dikatakan sebagai sebuah jalan hidup. Kita sebagai muslim harus bangga menjadi bagian dari umat terbaik. Sebagai pemeluk satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah Swt.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ - آل عمران: 110
“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kalian menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah.” (Q.S. Âli ‘Imrân: 110)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ اْلخاَسِرِيْنَ - آل عمران: 85
“Dan barangsiapa menghendaki agama selain Islam, sekali-kali tidak akan pernah diterima (amalannya). Dan di akhirat, dia termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Q.S. Âli ‘Imrân: 85)
Selanjutnya pilihan menunggu di depan mata kita. Apa yang akan kita perbuat sesuai dengan status kita sebagai seorang muslim?
Selanjutnya
IKPM Lighted Wallpaper
Tuesday, March 25, 2008
Wallpaper kedua. Masih bermain-main dengan brush. Ditambah lighting effect, plus drop shadow. Just make it simple! ;)
Quickpost this image to Myspace, Digg, Facebook, and others! Selanjutnya
Labels:
Grafis
IKPM Wallpaper
Monday, March 17, 2008
Wallpaper pertama buat IKPM cabang Kairo. Semoga tetap eksis!
Quickpost this image to Myspace, Digg, Facebook, and others! Selanjutnya
Labels:
Grafis
Worldview; Sebuah Pemahaman Awal
Friday, March 14, 2008
Seorang pemuda berjalan tertatih di pelataran kahyangan. “Seorang” ruh mengantarnya menghadap Dewa yang mengurusi kematian. Merasa ada yang aneh dengan pemuda tresebut, sang Dewa memicingkan mata. Tangannya sigap mengambil lembar catatan kematian, mencari nama orang asing itu.
Sejenak kemudian, mata sang Dewa terbelalak. Namanya tidak tercantum di daftar kematian, berarti dia masih hidup! Bagaimana mungkin seorang manusia hidup bisa mencapai alam kahyangan. Kahyangan gempar.
***
Di saat yang sama, kerajaan langit diobrak-abrik, Iblis bersama antek-anteknya bahu membahu menyusun kekuatan. Di sisi lain, para malaikat bersusah payah mempertaruhkan diri untuk mempertahankan gerbang kahyangan dari gempuran iblis di bawah pimpinan seorang Chuneen (pemimpin).
Keadaan menjadi semakin genting, perlahan gerbang langit pun bobol. Kahyangan dilanda panik. Para ruh yang menunggu peradilan lari tunggang langgang. Jika sampai ruh mereka dihancurkan iblis, mereka tak punya kesempatan untuk bereinkarnasi. Namun karena dahsyatnya serangan yang dilancarkan, korban pun berjatuhan.
Ruh malaikat berguguran, Chuneen –yang kebetulan diperankan oleh seorang wanita– tidak mampu berbuat banyak. Sang manusia hidup yang terseret ke alam ghaib akhirnya beraksi menyelamatkan Chuneen dan kahyangan.
(dari: Film The Restless)
***
Sekilas nampak lucu, bagaimana mungkin kahyangan bisa kebobolan setan. Lalu di mana otoritas dan superioritas Dewa selaku Tuhan? Mengapa ada Dewa yang tidak tahu menahu masalah penyusupan seorang manusia hidup di kahyangan? Bagaimana mungkin malaikat sebagai cermin kekuatan Tuhan bisa kalah, bahkan keselamatan kahyangan bergantung pada manusia?
Pertanyaan-pertanyaan di atas timbul karena kita menilai kejadian tersebut berangkat dari sudut pandang Islam. Dalam konsep Islam, Tuhan adalah sebuah Dzat yang Maha Segalanya. Superior dan bersifat mutlak. Laysa kamitslihi syai’un. Tidak ada satupun yang menyerupainya. Tuhan, surga dan neraka merupakan perkara ghaib, tidak mampu dijangkau oleh manusia dan tidak mungkin diketahui kecuali melalui wahyu.
Jika kacamata ini diaplikasikan, penggambaran yang dilakukan oleh sutradara film mengenai malaikat, dewa dan setan adalah hal yang rancu. Apalagi Islam tidak mengenal konsep reinkarnasi. Adegan-adegan film tersebut tak ubahnya lelucon kosong. Tak heran apabila ada yang melihatnya sambil –maaf– terbahak-bahak.
Padahal jika dilihat dari sudut pandang lain, poin-poin di atas boleh jadi dibenarkan oleh keyakinan sutradara beserta konsep-konsep yang turut di dalamnya. Bahkan sebaliknya, bagi mereka mungkin film tersebut justru mereka bisa mempertebal keyakinan.
Ternyata satu permasalahan bisa menimbulkan dua konklusi yang saling bertolakbelakang. Paradigma yang berbeda memproyeksikan suatu benda dengan bayangan yang berbeda pula. Berikut contoh dalam bidang kitab suci.
Wahyu dalam perspektif Kristen tidak lebih dari inspirasi yang diturunkan oleh Tuhan kepada para penulis Injil. Sedang tulisan Injil merupakan abstraksi subjektif mereka atas “inspirasi” tersebut. Mereka sebagai manusia tidak lepas dari pengaruh-pengaruh budaya, ideologi, pengetahuan serta lingkungan yang melingkupinya. Wahyu yang bersifat divine akhirnya menjadi profan.
Karena itu dapat dipahami apabila dalam Injil terdapat fakta-fakta yang kontroversial. Ditinjau dari segi rasionalitas ataupun korelasi antar ayat sendiri. Sebagaimana pernah diungkap oleh Maurice Bucaille dalam bukunya La Bible, le Coran et la Science. Akibatnya Bibel tidak bisa diinterpretasikan secara “mentah”. Subjektifitas penulis perlu dipisahkan dari substansi wahyu. Baru kemudian dicerna ulang sesuai konteks zaman dan ruang. Agar Bibel mampu eksis di tengah-tengah kontroversi.
Berbeda halnya dengan Kristen, konsep wahyu menurut Islam adalah lafzhan wa ma‘nan mina’lLâh, baik lafaz maupun artinya berasal dari Allah. Dengan kata lain, tidak ada campur tangan manusia dalam proses pembentukan wahyu. Kodifikasi sukses mengabadikan al-Quran dalam bentuknya yang paten. Karena itu, metode tafsir al-Quran tidak mengenal dikotomi teks-konteks, subjektif-objektif sebagaimana Kristen.
Apabila kedua konsep tersebut bercampur baur, muncullah produk-produk pemikiran yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Sebuah konsep Kristen apabila dinilai dengan sudut pandang Islam akan rancu. Begitu pula apabila konsep Islam dipandang dari kacamata Kristen. Aplikasi cara pandang yang sedemikian rupa pada akhirnya hanya akan merusak struktur sebuah keyakinan.
Permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah infiltrasi pandangan hidup barat dalam relung-relung khazanah keilmuan Islam. Bukan lagi produk hukum yang diserang, akan tetapi sudah masuk pada ranah metode (minhaj). Tak heran apabila dalam beberapa kasus, terjadi kesimpulan hukum yang amat berbeda (baca: berseberangan) dengan jumhur ulama. Karena dibangun di atas epistemologi yang berbeda.
Akhirnya, aplikasi sebuah pandangan hidup (weltanschaaung) Islami merupakan sebuah hal yang mutlak bagi seorang muslim. Begitu juga karakter Islam. Agar kita dapat memahami lalu melaksanakan Islam secara kâffah. Wa’lLâhu a‘lam bi’s shawâb.
Selanjutnya
Sejenak kemudian, mata sang Dewa terbelalak. Namanya tidak tercantum di daftar kematian, berarti dia masih hidup! Bagaimana mungkin seorang manusia hidup bisa mencapai alam kahyangan. Kahyangan gempar.
***
Di saat yang sama, kerajaan langit diobrak-abrik, Iblis bersama antek-anteknya bahu membahu menyusun kekuatan. Di sisi lain, para malaikat bersusah payah mempertaruhkan diri untuk mempertahankan gerbang kahyangan dari gempuran iblis di bawah pimpinan seorang Chuneen (pemimpin).
Keadaan menjadi semakin genting, perlahan gerbang langit pun bobol. Kahyangan dilanda panik. Para ruh yang menunggu peradilan lari tunggang langgang. Jika sampai ruh mereka dihancurkan iblis, mereka tak punya kesempatan untuk bereinkarnasi. Namun karena dahsyatnya serangan yang dilancarkan, korban pun berjatuhan.
Ruh malaikat berguguran, Chuneen –yang kebetulan diperankan oleh seorang wanita– tidak mampu berbuat banyak. Sang manusia hidup yang terseret ke alam ghaib akhirnya beraksi menyelamatkan Chuneen dan kahyangan.
(dari: Film The Restless)
***
Sekilas nampak lucu, bagaimana mungkin kahyangan bisa kebobolan setan. Lalu di mana otoritas dan superioritas Dewa selaku Tuhan? Mengapa ada Dewa yang tidak tahu menahu masalah penyusupan seorang manusia hidup di kahyangan? Bagaimana mungkin malaikat sebagai cermin kekuatan Tuhan bisa kalah, bahkan keselamatan kahyangan bergantung pada manusia?
Pertanyaan-pertanyaan di atas timbul karena kita menilai kejadian tersebut berangkat dari sudut pandang Islam. Dalam konsep Islam, Tuhan adalah sebuah Dzat yang Maha Segalanya. Superior dan bersifat mutlak. Laysa kamitslihi syai’un. Tidak ada satupun yang menyerupainya. Tuhan, surga dan neraka merupakan perkara ghaib, tidak mampu dijangkau oleh manusia dan tidak mungkin diketahui kecuali melalui wahyu.
Jika kacamata ini diaplikasikan, penggambaran yang dilakukan oleh sutradara film mengenai malaikat, dewa dan setan adalah hal yang rancu. Apalagi Islam tidak mengenal konsep reinkarnasi. Adegan-adegan film tersebut tak ubahnya lelucon kosong. Tak heran apabila ada yang melihatnya sambil –maaf– terbahak-bahak.
Padahal jika dilihat dari sudut pandang lain, poin-poin di atas boleh jadi dibenarkan oleh keyakinan sutradara beserta konsep-konsep yang turut di dalamnya. Bahkan sebaliknya, bagi mereka mungkin film tersebut justru mereka bisa mempertebal keyakinan.
Ternyata satu permasalahan bisa menimbulkan dua konklusi yang saling bertolakbelakang. Paradigma yang berbeda memproyeksikan suatu benda dengan bayangan yang berbeda pula. Berikut contoh dalam bidang kitab suci.
Wahyu dalam perspektif Kristen tidak lebih dari inspirasi yang diturunkan oleh Tuhan kepada para penulis Injil. Sedang tulisan Injil merupakan abstraksi subjektif mereka atas “inspirasi” tersebut. Mereka sebagai manusia tidak lepas dari pengaruh-pengaruh budaya, ideologi, pengetahuan serta lingkungan yang melingkupinya. Wahyu yang bersifat divine akhirnya menjadi profan.
Karena itu dapat dipahami apabila dalam Injil terdapat fakta-fakta yang kontroversial. Ditinjau dari segi rasionalitas ataupun korelasi antar ayat sendiri. Sebagaimana pernah diungkap oleh Maurice Bucaille dalam bukunya La Bible, le Coran et la Science. Akibatnya Bibel tidak bisa diinterpretasikan secara “mentah”. Subjektifitas penulis perlu dipisahkan dari substansi wahyu. Baru kemudian dicerna ulang sesuai konteks zaman dan ruang. Agar Bibel mampu eksis di tengah-tengah kontroversi.
Berbeda halnya dengan Kristen, konsep wahyu menurut Islam adalah lafzhan wa ma‘nan mina’lLâh, baik lafaz maupun artinya berasal dari Allah. Dengan kata lain, tidak ada campur tangan manusia dalam proses pembentukan wahyu. Kodifikasi sukses mengabadikan al-Quran dalam bentuknya yang paten. Karena itu, metode tafsir al-Quran tidak mengenal dikotomi teks-konteks, subjektif-objektif sebagaimana Kristen.
Apabila kedua konsep tersebut bercampur baur, muncullah produk-produk pemikiran yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Sebuah konsep Kristen apabila dinilai dengan sudut pandang Islam akan rancu. Begitu pula apabila konsep Islam dipandang dari kacamata Kristen. Aplikasi cara pandang yang sedemikian rupa pada akhirnya hanya akan merusak struktur sebuah keyakinan.
Permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah infiltrasi pandangan hidup barat dalam relung-relung khazanah keilmuan Islam. Bukan lagi produk hukum yang diserang, akan tetapi sudah masuk pada ranah metode (minhaj). Tak heran apabila dalam beberapa kasus, terjadi kesimpulan hukum yang amat berbeda (baca: berseberangan) dengan jumhur ulama. Karena dibangun di atas epistemologi yang berbeda.
Akhirnya, aplikasi sebuah pandangan hidup (weltanschaaung) Islami merupakan sebuah hal yang mutlak bagi seorang muslim. Begitu juga karakter Islam. Agar kita dapat memahami lalu melaksanakan Islam secara kâffah. Wa’lLâhu a‘lam bi’s shawâb.
Labels:
Opini
Subscribe to:
Posts (Atom)